”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).”
Ayat
ini diturunkan untuk menunjukkan kesucian ‘Aisyah r.a. dan Shafwan bin
al-Mu’attal r.a. dari segala tuduhan yang
ditujukan kepada mereka. Pernah suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali
dari ekspedisi penaklukan Bani Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari
rombongan karena mencari kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang
oleh Shafwan yang juga tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan. Kemudian ‘Aisyah naik ke untanya
dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Rasullullah SAW. dan para shahabat,
akan tetapi rombongan tidak tersusul dan akhirnya mereka sampai di Madinah.
Peristiwa ini akhirnya menjadi fitnah dikalangan umat muslim kala itu karena
terhasut oleh isu dari golongan Yahudi dan munafik; jika telah terjadi apa-apa
antara ‘Aisyah dan Shafwan. Masalah menjadi sangat pelik karena sempat terjadi
perpecahan diantara kaum muslimin yang pro dan kontra atas isu tersebut. Sikap
Nabi juga berubah terhadap ‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah untuk segera
bertaubat. Sementara ‘Aisyah tidak mau bertaubat karena tidak pernah melakukan
dosa yang dituduhkan kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa kepada Allah agar
menunjukkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian Allah menurunkan ayat yang
menunjukkan kepada kaum muslimin bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik
maka pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri
beliau, yaitu ‘Aisyah r.a.
Jika
kita hubungkan dengan kehidupan kita saat ini, ayat ini menunjukkan bahawa setiap
orang pasti ada pasangannya
masing-masing, iaitu yang sesuai dengannya.
No comments:
Post a Comment